Bengkulu, mediabengkulu.co – Indonesia dan nilai-nilai berbudi luhur tidak dapat dipisahkan. Begitu erat antara satu sama lain. Di mata turis asing, Indonesia meninggalkan kesan mendalam selain keindahan alam yang berlimpah masyarakatnya pun ramah-ramah.
Dilansir dari detikedu.com Indonesia menduduki peringkat ke tujuh sebagai negara paling ramah yang diakui dunia. Budaya keramahan dan keramah-tamahan ini merupakan bagian penting dari identitas serta tradisi masyarakat Indonesia.
Tercermin pada sambutan hangat yang diberikan kepada tamu juga menawarkan bantuan kepada orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi antar masyarakat begitu menarik.
Masyarakat saling menyapa, menegur, memberi senyum serta salam walaupun tidak mengenal sebelumnya. Nilai-nilai berbudi luhur inilah yang ditanamkan sejak kecil.
Orang tua selalu mengajari anaknya agar tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat agar terhindar dari sanksi sosial yang nyata.
Namun, perkembangan teknologi mengikuti arus perubahan zaman perlahan memudarkan nilai-nilai berbudi luhur pada sebagian masyarakat.
Khususnya setelah media sosial menjadi besar dan digunakan oleh setiap lapisan masyarakat. Pemerolehan informasi serta penyebaran berita yang sudah cepat menyebabkan kekhawatiran baru, yakni menurunnya kesantunan dalam berbahasa.
Dalam buku “Komposisi” milik Gorys Keraf, disebutkan kesantunan berbahasa tidak hanya penting dalam komunikasi lisan tetapi juga dalam tulisan.
Ia menggarisbawahi pentingnya menyusun kalimat dengan struktur yang baik, menggunakan kata-kata yang sopan, dan selalu mempertimbangkan dampak dari kata-kata yang dipilih terhadap pembaca atau pendengar.
Berdasarkan riset dari Microsoft pada 2020, netizen Indonesia menempati urutan ke 29 sebagai netizan paling tidak sopan se-Asia Tenggara.
Poin yang didapat sebesar 76 bertambah buruk 8 poin dari tahun 2019. Semakin tinggi poin, maka semakin rendah tingkat kesopanan daring di negara tersebut.
Indeks Indonesia dipengaruhi oleh berita hoax/scam/penipuan, ujaran kebencian, dan diskriminasi. Riset yang dilakukan berdasarkan survei yang diikuti 16.000 responden dari 32 negara.
Selengkapnya: https://mediabengkulu.co/menurunnya-kesantunan-berbahasa-di-sosial-media/
Sebanyak 503 responden survei berasal dari Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada April dan Mei 2020, dipublikasi pada Februari 2021. Terdapat contoh kasus permasalahan sebagai berikut.
Baru-baru ini ada sebuah video yang ramai diperbincangkan oleh warganet, diunggah pada media sosial Tiktok dengan durasi tidak sampai tiga puluh detik.
Video tersebut memperlihatkan seorang ibu-ibu tengah melihat poster film yang ada di salah satu Bioskop, lalu pemilik akun menyorot dirinya yang tertawa sambil melirik ibu-ibu tadi.
Keterangan yang ditulis pada unggahan tersebut berisikan kalimat “Kayaknya beneran dari planet lain”. Sontak hal itu memicu kemarahan warganet karena dirasa tidak sopan dan tidak ada salahnya melihat poster film yang dipajang.
Terdapat ribuan komentar diunggahan tersebut bahkan sebagian warganet menyarankan melaporkan pemilik akun bila keluarga si ibu melihat unggahan tersebut.
Akibat perbuatannya, pemilik akun dipecat dari pekerjaannya. Akhir-akhir ini, media sosial Instagram dipenuhi momen bahagia pernikahan Mahalini dan Rizky Febian.
Di balik momen tersebut terdapat komentar-komentar buruk terhadap salah satu teman Mahalini, yaitu Aaliyah Massaid.
Unggahan Mahalini yang memperlihatkan ia dan kelima temannya mendapatkan ribuan komentar berisikan pertanyaan bagaimana Mahalini bisa berteman dengan Aaliyah serta ujaran kebencian yang ditujukan kepada Aaliyah.
Kebanyakan menyinggung mengenai fisik Aaliyah. Terlalu banyak kebencian dikolom komentar, Mahalini memutuskan menon-aktifkan komentar.
Indonesia memiliki undang-undang yang melindungi segenap masyarakat dari kejahatan yang ada di media sosial, hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tindakan yang dilarang sesuai UU ITE ini mencakup menyebarkan konten penghinaan, pencemaran nama baik, pornografi, perjudian dan ujaran kebencian.
Sanksi atau hukuman bagi pelanggaran termasuk penjara dan denda. Dari dua kasus yang telah dijabarkan, terlihat bahwa penerapan UU ITE ini masih kurang dilakukan.
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah penulisan komentar kebencian:
Pertama, puasa bermedia sosial. Bila dirasa media sosial membawa dampak buruk serta membuat perasaan menjadi tidak senang alangkah baiknya berhenti membuka sosial media sementara waktu.
Ditakutkan kondisi yang tidak baik-baik saja itu dapat memicu rasa sensitif atau tersinggung terhadap sesuatu.
Tenangkan diri dan cobalah aktivitas lain, jika merasa membaik silakan kembali bermain media sosial. Namun tetap dalam batas wajar.
Kedua, blokir akun yang kontennya tidak disukai. Hal ini untuk menghindari munculnya konten tersebut di beranda media sosial ataupun di akun lain yang menyerupai. Selain itu sebagai pertahanan diri supaya tidak menuliskan komentar kebencian.
Ketiga, batasi penggunaan media sosial. Bangun komitmen menggunakan media sosial hanya satu sampai dua jam saja dalam sehari agar kehidupan yang dijalani menjadi lebih berkualitas.
Tidak semua hal harus diunggah ke media sosial, dan tidak semua orang akan menyukai unggahan tersebut. Batasi diri dalam menyebarkan data pribadi di media sosial.
Keempat, perbanyak membaca buku dan bersosialisasi. Banyak membaca buku mampu menambah wawasan dan meningkatkan kesadaran diri mengenai berperilaku terhadap orang lain, mau sekecil apapun itu pasti memiliki suatu dampak terhadap orang lain.
Kelima, bergabung lah ke komunitas yang memiliki minat sama. Berkumpul bersama orang-orang yang mempunyai kesamaan mampu membuat bahagia sehingga tidak terbesit pikiran untuk menuliskan ujaran kebencian.
Demikianlah turunnya kesantunan berbahasa yang terjadi di media sosial, nilai-nilai berbudi luhur semakin memudar dan masyarakat kurang menahan diri untuk tidak meninggalkan komentar buruk di unggahan orang lain.
Oleh karena itu, fokuslah pada diri sendiri serta renungkan kesalahan yang sudah pernah terjadi agar menjadi pribadi lebih baik ke depannya. Supaya Indonesia berhasil menurunkan poinnya pada survei Microsoft selanjutnya.
Selengkapnya: https://mediabengkulu.co/menurunnya-kesantunan-berbahasa-di-sosial-media/